Guitar - 5
  Hendra Music: Seputar Lagu Rohani

Seputar Lagu Rohani

Sejarah Musik Gereja
 PERKEMBANGAN DAN PERANAN MUSIK GEREJA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN GEREJA

PENGANTAR

Erik Routley menulis  sesuatu  yang menarik didalam bukunya Twentieth Century Church Music :  “Musik Gereja telah mendapat perhatian yang serius dibanding dengan jenis musik yang lain, karena terbukti bahwa para komposer musik gereja yang menuliskan karya-karya untuk gereja adalah musikus yang hebat dan mempunyai kreativitas dan imajinasi yang luar biasa.  Di samping itu juga masa dimulainya suatu musik (sesudah abad ke 16 merupakan masa konflik ) yang mencoba melepaskan diri dari kekangan biara dan memulai suatu usaha untuk menunjukkan jati dirinya sehingga dapat eksis bersama dengan seni yang lain.”  Pernyataan ini telah memberikan suatu gambaran bahwa musik gereja telah melalui berbagai macam ujian untuk eksis di dunia.  Dan perjalanan yang panjang ini membuktikan bahwa eksistensi Musik Gereja itu berkaitan dengan perjalanan Gereja dan tidak dapat dipisahkan dengan gereja.  Keterikatannya dengan Gereja yang terutama adalah  perannya dalam liturgi yang dengan kalimat yang gamblang adalah fungsi dan tujuannya dalam ibadah Gereja.  Itulah sebabnya Dr. Donald J. Hustad dalam bukunya Jubilate mengungkapkan bahwa Musik Gereja adalah Musik Fungsional (Functional Music).  Dalam hal ini berarti tidak ada musik gereja yang netral, karena mempunyai visi dan misi yang jelas terlihat melalui fungsi dan tujuannya.  Juga pernyataan ini juga membuktikan tidak ada musik yang netral dalam dunia ini.  Setiap musik yang ditulis secara sadar atau tidak mempunyai tujuan dan fungsi.

Oleh sebab itu artikel ini ditulis dengan lebih memperhatikan fungsi musik dalam ibadah yang dipengaruhi oleh budaya, sejarah Gereja, sejarah musik dll.  Tentu saja akan dibahas secara singkat tentang hubungannya dengan Alkitab yang memberikan gambaran singkat tentang Peran Allah sebagai Pencipta musik dan hubungannya dengan musik, sehingga memberikan penjelasan betapa pentingnya musik itu bagi Allah dan bagi kita.

Selanjutnya dengan tidak mengurangi arti dan peran sejarah dan budaya harus juga di bicarakan tentang budaya awal yang mempengaruhi perjalanan musik, yaitu dari budaya Israel kuno dan kemudian pada masa Perjanjian Baru harus menelusuri budaya Yunani yang dominan diseluruh kerajaan Romawi hinga masa ini.  Hal inilah yang membuat sejarah musik gereja sangat kompleks dan kadang2 sulit untuk dipahami serta unik.

ASAL-USUL   MUSIK

Bagi Bangsa Israel dan juga bagi bangsa2 yang lain  musik adalah bagian yang vital baik pada masa lalu maupun pada masa sekarang.  Karena ia adalah sarana untuk mengkomunikasikan perintah, mewadahi upacara ritual dan keagamaan, dan juga sebagai alat penghibur.  Berdasarkan penemuan benda2 kuno dan teks2 kuno terungkap bahwa musik Bangsa Israel kuno/ Palestina dan sekitar Asia Timur menyatu hampir di seluruh aspek kehidupan masyarakatnya.  Pengorbanan, perayaan kemenangan, dan aktivitas nubuatan merupakan beberapa contoh yang menunjukkan peranan musik di dalamnya. Sehubungan dengan asal usul musik semua bapak gereja maupun para ahli teologia setuju bahwa musik merupakan anugerah Allah kepada manusia.  Namun bagi  orang yang memegang keyakinan secara alegory, berdasarkan Yehezkiel 28:11-19 percaya bahwa yang dibicarakan pada bagian ini adalah tentang Lucifer yang merupakan direktur musik yang ingin memberontak kepada Alah,  sehingga musik masuk ke dunia dan mempengaruhi musik yang bersifat kudus menjadi musik yang profane. Namun apapun yang diyakini oleh setiap orang, orang kristen percaya bahwa musik berasal dari Allah.

Bila membicarakan asal-usul musik semua bangsa kuno percaya bahwa musik itu berasal dari dewa-dewa.   Bahkan istilah  ‘Musik’ berasal dari  nama 9 dewi mitologi Yunani yang menguasai 9 cabang seni, termasuk musik.  Karena musik berasal dari para dewa, maka bangsa-bangsa kuno percaya bahwa musik mempunyai kuasa atau kekuatan supranatural jika dimainkan atau didengarkan. Hal ini juga dibuktikan oleh Alkitab. Sebagai contohnya adalah kisah Daud yang menyembuhkan Saul dari gangguan iblis dengan permainan kecapinya  (I Samuel 16:14-23). Berdasarkan keyakinan ini bangsa kuno percaya bahwa mereka yang mempunyai kemampuan untuk memainkan musik dianggap setengah dewa atau mempunyai hubungan yang dekat dengan para dewa, sehingga mereka mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat.

MUSIK DALAM PERJANJIAN LAMA

Istilah  nyanyian, menyanyi dan musik dalam Perjanjian Lama dipergunakan untuk menjelaskan nyanyian yang dipergunakan untuk memuji Alah, dalam suasana yang penuh dengan kekhidmatan dan hidup, nyanyian yang dipersembahkan kepada Allah dengan penuh perasaan,  nyanyian yang merupakan bau-bauan yang harum bagi Alah.  Dalam hal ini fungsi musik dalam Perjanjian Lama adalah musik ibadah.  Karena fungsinya yang lebih dominan dalam ibadah, maka ia harus dilakukan dengan benar, tidak sembarangan, dan harus dipisahkan atau dibedakan dari musik dunia/sekuler dan pemujaan dewa atau kultus individu.  Bahkan ada beberapa referensi dalam Alkitab yang menjelaskan bahwa ada musik yang baik dan ada musik yang berbahaya.  Sebagai contoh musik yang tidak baik dapat dibaca dalam kitab Ayub 30:8-10 ketika Ayub menjawab pernyataan Bildad bahwa tidak ada seorangpun yang benar di hadapan Tuhan :”  ...  Tetapi sekarang aku menjadi sajak sindiran dan ejekan mereka ...”   Pernyataan ini memberi bukti bahwa musik dapat dipakai untuk hal-hal yang buruk.

Contoh musik yang baik dapat dilihat melalui pengalaman nabi Elisa dalam II Raja-Raja 3:15-16  yang memperlihatkan pengaruh spiritual musik dan pengaruhnya bagi para pendengarnya : ”Maka sekarang, jemputlah bagiku seorang pemetik kecapi.  Pada waktu pemetik kecapi itu bermain kecapi, maka kekuasaan Tuhan meliputi dia .... “ Melalui musik yang dimainkan oleh pemain kecapi, yang merupakan alat komunikasi, Elisa telah dimampukan oleh Allah untuk menolong Raja Yosafat.

Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa musik juga berperan dalam kehidupan masyarakat, dimana dalam perayaan yang bersifat keagamaan maupun di luar itu musik juga sangat berperan. Karena tidak ada perayaan atau pesta yang tidak menggunakan musik.

Sebagaimana bahasa, musik juga merupakan bentuk komunikasi yang penting. Alkitab dalam bahasa Ibrani ditulis dalam bentuk nyanyian yang diilhami oleh Roh Kudus mempunyai prinsip komposisi musik yang dapat dilihat melalui struktur metriknya. Maksud dari bentuk metrik ini adalah untuk dinyanyikan seperti juga Mazmur dengan diiringi oleh alat musik petik semacam harpa. Karena banyak ahli teologia yang percaya bahwa seluruh Alkitab dalam bahasa Ibrani dapat dibaca dengan dinyanyikan. Berdasarkan pemikiran bahwa Alkitab Ibrani ditulis dan dirangkai berdasarkan suatu struktur musikal banyak ahli arkeologi yang melakukan penyelidikan dan menemukan suatu sistem penulisan musik Ibrani, yang disebut  sistem 19 graphemes (19 bunyi).

Menurut Suzanne Haik-Vantoura  salah seorang yang dengan gigih menyelidiki sistem ini digunaan sebagai bunyi musikal lebih dari 5000 ayat Perjanjian Lama.

 Gambar di bawah ini adalah contoh bagaimana menggunakan sistem bunyi tersebut. Bagian bawah adalah sistem 19 graphemes yang diyakini sebagai notasi dari ayat ini

Melalui suatu research yang mendalam ditemukan bahwa Melodi dan struktur Metrik dari Alkitab Ibrani meneguhkan pendapat adanya inti kesatuan dalam setiap buku yang terdapat dalam Alkitab.  Sistem bunyi inilah yang mengikat seluruh buku dalam Alkitab menjadi suatu kesatuan yang utuh.

Meskipun sistem notasinya sudah ditemukan namun cara membunyikannya yang benar masih dalam penyelidikan.  Ada kemungkinan mirip dengan nyanyian atau musik dari beberapa suku terasing yang terdapat di daerah Afrika dan Asia.

Mazmur yang disebut sebagai Biblical Psalms dinyanyian setiap hari di Bait Allah. Cara lain untuk menyanyikan dan memainkan musik adalah dengan Responsorial Chant;  dimana para pemimpin Lewi menyanyikan (chanting) mazmur dengan iringan berbagai instrumen musik, menyanyikan satu baris dan jemaat akan menyambung dengan menyanyikan ayat selanjutnya dan seterusnya.  Cara lain  adalah bait mazmur dinyanyikan /chant oleh satu orang dari mimbar dan sebagai respon jemaat menyanyikan bagian refrainnya.

Jelas sekali bahwa musik dalam Perjanjian Lama mempunyai peran penting bagi kehidupan keagamaan orang Israel  dan fungsinya adalah untuk mengagungkan Allah dan berkomunikasi baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia. (PRAISE #2).

Sumber : www.majalahpraise.co

 
SEJARAH MUSIK GEREJA PADA ZAMAN KRISTUS
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise Admin
http://www.majalahpraise.com/sejarah-musik-gereja-pada-zaman-kristus-503.html

BUKU NYANYIAN TUHAN YESUS

    Tentu saja orang-orang Kristen yang mula-mula menyanyikan mazmur-mazmur dan pujian-pujian lain yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Dengan kata lain,mereka bernyanyi dalam budaya Yahudi. Alkitab memberi tahu bahwa setelah Perjamuan Terakhir, Yesus menyanyikan sebuah nyanyian pujian bersama para murid-muridNya (Matius 26:30 bnd Markus 14:26); kemungkinan besar yang dinyanyikan adalah Mazmur 113-118, yang secara tradisional dinyanyikan pada perayaan Paskah. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid II (hal.121) menjelaskan “Buku doa (Mazmur) inilah nampaknya yang Dia (Yesus) pakai dalam kebaktian sinagoge, dan buku nyanyianNya dalam perayaan Bait Suci.”
       Dalam Matius 26:30 dicatat bahwa “Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian, pergilah mereka ke Bukit Zaitun.” Terjemahan KJV (King James Version) : And when they had sung an hymn, they went out into the mount of Olives. Terjemahan Yunani : kai {dan} humnê`easantes {menyanyikan `hymne`} exê`ealthon {mereka pergi} eis {ke} to oros {gunung/ bukit} tô`f4n elaiô`f4n {zaitun}.
    Kitab Talmud Yahudi menjelaskan adanya tradisi menyanyikan mazmur dalam Bait Allah kedua. Rupanya Tuhan Yesus dan para muridNya masih memakai kitab ini sebagai buku doa dan songs book mereka.

TIGA JENIS NYANYIAN GEREJA MULA-MULA

    Rasul Paulus membantu kita untuk mengenal jenis lagu yang beredar ketika gereja mula-mula lahir. Dia mencatatnya dalam Efesus 5:19 : “dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” Terjemahan KJV : Speaking to yourselves in psalms (Yun : psalmois) and hymns (Yun : humnois) and spiritual songs (Yun : ô`f4dais), singing and making melody in your heart to the Lord. Tiga jenis nyanyian ini pun ditulis lagi dalam Kolose 3:16 sebagai : Mazmur, Puji-pujian  dan Nyanyian rohani.
     Secara singkat dapat dijelaskan bahwa “Mazmur", Yunani:  dari kata  (memetik dengan jari), adalah syair yang dinyanyikan, biasanya diiringi dengan musik. Sedangkan "Kidung puji-pujian", Yunani  dari kata •`5f•`5f•`5f•`5f - hudeô`f4 (mengadakan peringatan, perayaan), adalah lagu yang berisi pujian kepada Allah, pahlawan, orang-orang besar. Seperti yang ditulis di atas, saat sebelum kematianNya, Yesus Kristus pun "menyanyikan kidung puji-pujian" bersama dengan para muridNya, satu hari sebelum ke taman Getsemani di bukit Zaitun.
    Nasehat Yakobus kepada jemaat di Yerusalem bahwa kalau seseorang bergembira, baiklah ia menyanyi merupakan hal biasa dilakukan jemaat mula-mula sebagai ekspresi syukur dan sukacita mereka.
     Tetapi sebaliknya dalam Kisah Para Rasul 16:25 ditulis bahwa Paulus dan Silas malah menyanyikan puji-pujian di dalam penjara di Filipi. Dalam terjemahan KJV : And at midnight Paul and Silas prayed, and sang praises unto God: and the prisoners heard them. Dalam bahasa Yunani diterjemahkan jenis nyanyian yang dikumandangkan mereka adalah Hymne atau Kidung Pujian (Yunani : humnoun = menyanyikan nyanyian pujian `hymne)`. Seperti apakah puji-pujian ini? Tidak mungkin kita mengatakannya dengan pasti, namun dapat dipastikan bahwa mereka menyanyikan pujian    ang memuliakan namaNya, sekaligus lagu ini sebagai ungkapan rasa syukur mereka kepada Tuhan dalam segala hal yang mereka alami. Tentu dalam keadaan seperti itu, pujian yang dinaikkan bukan hanya di bibir saja, tetapi keluar dari hati mereka, bahkan mereka menyanyi dengan suara yang nyaring karena “orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka.” Dan Allah tunjukkan KuasaNya pada mereka dengan cara melepaskan mereka dari penjara. Ada kuasa di atas kidung Pujian (Hymne) juga.
    Nah kalau arti "Nyanyian Rohani", Yunani  adalah istilah umum untuk "lagu". Untuk membuat kata ini menjadi lebih spesifik biasanya ditambahkan keterangan seperti `ô`f4dê`ea pneumatikos`, "lagu rohani"; `ô`f4dê`ea kainos`, "nyanyian baru" (Wahyu 5:9;14:3); `ô`f4dê`ea mô`f4seus`, "nyanyian Musa" (Wahyu 15:3). Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini jilid 3 (hal. 681) dijelaskan : “Bruce menyarankan bahwa yang pertama (Kidung pujian) boleh jadi adalah nyanyian puji-pujian dan kedua (Nyanyian rohani) adalah nyanyian-nyanyian yang tidak direncanakan lebih dahulu.”
    Lukas mencatat sejumlah nyanyian yang terbit dengan spontan. Nyanyian-nyanyian ini begitu penuh sukacita sehingga sering kali diulang oleh orang-orang Kristen yang mula-mula. Nyanyian-nyanyian ini juga terdapat di antara nyanyian yang dinyanyikan dewasa ini. Di antaranya terdapat: "Magnificat” (bahasa Latin : Magnificat anima mea Dominum), nyanyian pujian dari Maria ketika mendengar bahwa ia akan melahirkan Sang Juruselamat (Lukas 1:46-55); "Benedictus”, sukacita Zakharia atas kedatangan sang Mesias (Lukas 1:66-79); “Nunc Dimittis”, ucapan syukur Simeon yang penuh sukacita karena pada akhimya Juruselamat telah datang (Lukas 2:29-32) dan "Gloria in Excelsis," nyanyian pujian para malaikat kepada Allah (Lukas 2:14). Lagu “Gloria in Excelsis” ini untuk pertama kalinya didengar dalam bentuk paduan suara malaikat. Tetapi lambat laun umat Kristen menyanyikannya juga. Lagu ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi salah satu lagu kesayangan umat Kristen. Sejarah gereja mencatat bahwa banyak martir yang menghadapi kematian sambil mendendangkan lagu ini di bibir mereka.
    Perbedaan isi dari Kidung Pujian (Hymne) dan Nyanyian/Lagu Rohani dijelaskan oleh Warren W. Wiersbe sebagai berikut : “Puji-pujian adalah nyanyian pujian bagi Allah yang ditulis oleh orang-orang percaya yang tidak diambil dari kitab mazmur…`85Lagu-lagu rohani adalah ungkapan kebenaran Alkitab selain mazmur dan puji-pujian. Bila kita menyanyikan puji-pujian, kita mengungkapkannya kepada Tuhan; bila kita menyanyikan lagu rohani, kita mengungkapkannya kepada sudara-saudara seiman kita.” Walau komentar ini tidak sepenuhnya dapat dibuktikan, namun bisa memperkaya wacana kita akan jenis lagu-lagu tersebut.
    Nyanyian umat tebusan di Surga dalam Wahyu 4:11dan 5:9-14 kemudian dijadikan lirik  pada gereja mula-mula, "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat, dan kuasa, sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan," dan seterusnya.
    Lagu-lagu Kristen mula-mula lainnya ditulis sesudah masa penulisan kitab Perjanjian Baru.
Clement I (±`b1 30-96 M) dari Roma (beda dengan Clement dari Alexandria), yang adalah murid dari rasul Petrus dan Paulus, membantu menyelesaikan perselisihan di jemaat Korintus melalui suratnya Surat Kepada Umat di Korintus, salah satu pasal-pasal yang paling menyolok dalam surat tersebut adalah puji-pujian terhadap keseimbangan alam di bumi. Clement, sebagai seorang Paus, seorang mistis, dan sekaligus seorang seniman dalam hatinya, menyaksikan dunia yang dipenuhi oleh kemuliaan Tuhan: hasil ciptaan yang mencerminkan persatuan dan keharmonisan Trinitas Maha Kudus, dan menunjukkan suatu model bagi persatuan dan harmoni dalam Gereja. (Yis/PRAISE #8).
Sumber : www.majalahpraise.com

Bersambung : SEJARAH MUSIK GEREJA PADA ABAD PERMULAAN

SEJARAH MUSIK GEREJA PADA ABAD PERMULAAN
http://www.majalahpraise.com/sejarah-musik-gereja-pada-abad-permulaan-504.html

Setelah kita membahas sejarah musik sebelum masa Kristus (PRAISE 7) dan pada zaman Kristus (PRAISE 8), maka mulai edisi ini kita akan menelusuri sejarah musik Gereja setelah masa Kristus. Musik Gereja telah beradaptasi sesuai zamannya, mulai dari abad permulaan (th 100 – 900), abad pertengahan (th 900 – 1500), zaman Renaissance (th 1450 – 1700), zaman Barok (th 1600 – 1750), zaman Klasik (th 1750 – 1820), zaman Romantik (th 1820 – 1900), zaman modern (th 1900 – 1970), dan zaman kontemporer (th 1970 – sekarang). Kali ini akan diurai tentang musik Gereja pada abad permulaan (th 100 – 900).
Sesudah Bait Allah dihancurkan pada tahun 70 AD, ada hal-hal yang positif terjadi bagi kemajuan agama Kristen, khususnya di bidang nyanyian rohani. Injil sekarang tidak lagi berada di bawah pengaruh Yahudi, karena bangsa-bangsa bukan Yahudi banyak yang menganut Kristen. Sejarah mencatat tahun 70 – 132 kekuatan dari rasa nasionalis bangsa Yahudi dihancurkan oleh bangsa Romawi. Dan sebagai akibatnya, putuslah hubungan antara upacara-upacara Yahudi dengan upacara Kristen.
    Dalam tiga abad permulaan (kira-kira 300 thn), karena adanya penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, maka mereka mengadakan pertemuan secara rahasia di tempat yang tersembunyi. Barulah setelah Edik Milano (th 313), dimana Kaisar Konstantinus memberi ijin kebebasan beribadah kepada jemaat, bahkan Kristen menjadi agama resmi Negara, nyanyian-nyanyian Kristen mulai berkembang sebagai ekspresi kegembiraan karena kebebasan yang telah mereka terima. Pada kesempatan inilah jemaat mulai berinovasi untuk mengembangkan pola ibadah, liturgi, dan musik. Yang kemudian kita mengenal dua tokoh besar yang mengembangkan liturgi dan himne yaitu Ambrosius (th 340 – 397) dan Gregorius Agung (th 590 – 604).
Adanya perubahan sikap dan perlakuan terhadap cara menyanyi jemaat dalam ibadah. Awalnya nyanyian jemaat dalam ibadah hanya Mazmur saja. Kemudian berkembang dengan adanya himne. Nyanyian yang diciptakan oleh kedua tokoh ini sangat mempengaruhi perkembangan musik barat pada zaman-zaman selanjutnya.
    Ambrosius dilahirkan tahun 340, diangkat menjadi bishop di Milano tahun 374 dan meninggal dunia tahun 397. Dilahirkan dari keluarga bangsawan dan mendapat pendidikan tinggi, seorang yang fasih lidah dan seorang guru yang hebat. Seorang muridnya yang sangat menonjol adalah Agustinus yang dibaptis olehnya juga. Tokoh ortodoks ini yang menggunakan cara menyanyi antiphonal (saling bergantian oleh paduan suara) di gereja barat pada abad ke-4. Cara menyanyi seperti ini menyebar mulai dari Milano hingga ke Roma, dimana secara resmi cara menyanyi ini diakui oleh Paus Celectine I (th 422 – 432). Cara menyanyi secara antiphonal telah lama dipraktekkan di gereja timur.
    Pada abad ke-4, Ambrosius, uskup Milano menambah himne-himne di dalam perbendaharaan lagu gereja. Himne-himne ini merupakan suatu tantangan bagi gereja karena untuk pertama kalinya dipakai nyanyian yang teksnya tak berdasarkan Alkitab ditambah lagi lagu dari Eropah Timur ini bernada cukup lincah. Hingga pada abad ke-7 dimana Paus Gregorius (th 594 – 604) menyeleksi dan mengatur lagu ibadah yang boleh dipakai serta melarang yang dianggap kurang cocok. Sehingga lagu-lagu gereja yang disebut “Lagu Gregorian” mulai diperkenalkan.
    Namun demikian pada zaman ini belum ada sistem notasi seperti yang kita kenal sekarang, misalnya harga not, birama, irama, tempo, ritme, dan lain sebagainya. Nada yang digunakan adalah tangga nada Yunani yang dikembangkan oleh Ambrosius dan diolah kembali oleh Gregorius menjadi delapan tangga nada (Doris, Frigis, Lidis, Miksolodis, Hipo-doris, Hipo-frigis, Hipo-lidis, Hipo-miksolidis).
    Nyanyian yang diciptakan oleh kedua tokoh ini sangat mempengaruhi perkembangan musik barat pada zaman-zaman selanjutnya. Ambrosius dilahirkan tahun 340, diangkat menjadi bishop di Milano tahun 374 dan meninggal dunia tahun 397. Dilahirkan dari keluarga bangsawan dan mendapat pendidikan tinggi, seorang yang fasih lidah dan seorang guru yang hebat. Seorang muridnya yang sangat menonjol adalah Agustinus yang dibaptis olehnya juga. Tokoh ortodoks ini yang menggunakan cara menyanyi antiphonal (saling bergantian oleh paduan suara) di gereja barat pada abad ke-4. Dari Milano, cara ini mulai menyebar ke Roma, dimana secara resmi cara menyanyi ini diakui oleh Paus Celectine I (th 422 – 432). Cara menyanyi secara antiphonal telah lama dipraktekkan di gereja timur.
    Pada abad ke-4, Ambrosius, uskup Milano menambah himne-himne di dalam perbendaharaan lagu gereja. Himne-himne ini merupakan suatu tantangan bagi gereja karena untuk pertama kalinya dipakai nyanyian yang teksnya tak berdasarkan Alkitab ditambah lagi lagu dari Eropah Timur ini bernada cukup lincah. Hingga pada abad ke-7 dimana Paus Gregorius (th 594 – 604) menyeleksi dan mengatur lagu ibadah yang boleh dipakai serta melarang yang dianggap kurang cocok. Sehingga lagu-lagu gereja yang disebut “Lagu Gregorian” mulai diperkenalkan.
Namun demikian pada zaman ini belum ada sistem notasi seperti yang kita kenal sekarang, misalnya harga not, birama, irama, tempo, ritme, dan lain sebagainya. Nada yang digunakan adalah tangga nada Yunani yang dikembangkan oleh Ambrosius dan diolah kembali oleh Gregorius menjadi delapan tangga nada (Doris, Frigis, Lidis, Miksolodis, Hipo-doris, Hipo-frigis, Hipo-lidis, Hipo-miksolidis). (Yis/PRAISE #9).
Sumber : www.majalahpraise.com

Bersambung : MUSIK GEREJA ABAD PERTENGAHAN (450M – 1400 M)

SEJARAH MUSIK GEREJA ABAD PERTENGAHAN (450M – 1400 M)
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise Admin

Musik abad pertengahan dimulai dari jatuhnya kerjaan Romawi dan berakhir sekitar tahun 1400, bersamaan dengan dinmulainya musik era Renaissance.
Yang menonjol pada masa ini adalah perkembangan budaya Gereja Barat yang disebut dengan budaya Gothik, ditandai dengan banyaknya perkembangan katedral-katedral bergaya Gothik (busur Gothik yang ke atas mencerminkan kontras antara Surga dan dunia. Surga dianggap sebagai dunia yang “jauh di sana”, dari sana datanglah cahaya rahmat ke dunia ini). Perkembangan kota selalu bersumber dari gereja/biara. Perkembangan kota biasanya selalu mengelilingi gerej/biara sebagai pusatnya. Hal ini disebabkan kekristenan berkembang pesat di masyarakat Eropa. Agama Kristen, kebudayaan Yunani-Romawi, serta tradisi di Eropa utara mempengaruhi kebudayaan Eropa. Seluruh hidup masyarakat diatur oleh agama Kristen. Para biarawan/wait selalu dianggap sebagai kaum intelektual. Banyak sekolah-sekolah khusus musik dibangun, contohnya Notre Dame School di Paris yang sangat terkenal dari tahun 1150 sampai dengan 1250. Sehingga ada tiga kelas social yang menjadi tatanan hidup, khususnya bangsa Eropa Barat di abad pertengahan: kaum bangsawan, kaum Rohaniawan/wati, dan kaum petani/pedagang.

BERMULA DARI ROMA
    Musik abad ini bermula pada Gereja Roma Katolik di barat (Eropa Barat). Musik ini digunakan dalam ibadah terutama di katedral dan biara, biasanya diyanyikan oleh para biarawan/wati. Musik gereja pada abad ini biasanya disebut dengan istilah musik Gregorian [seperti paus Roma yang berhasil mengatur kembali liturgi Katolik yaitu St. Gregorious Agung (590 – 604 M)], yang bersifat plainchat (musik polos). Kebanyakan musik vocal, karena gereja tidak mengijinkan penggunaan alat musik dalam ibadah. Hal itu disebabkan pada awalnya alat musik biasa dipaaki oleh kaum penyembah berhala untuk ritual ibadah mereka bagi para dewa. Baru setelah tahun 1100 instrumen musik muai diperbolehkan penggunaannya dalam gereja: orgel pipa. Pada masa ini musik terbagi dalam dua kategori: musik gereja (sacral) dan musik sekuler.

MUSIK MONOFONIK
    Seperti yang dijelaskan di muka, musik Gregorious sangat dominant pada abad ini. Musik yang bersifat monofonik (satu suara) ini dinyanyikan dalam bahasa Latin tanpa iringan musik. Musik yang disebut plainchart ini digunakan untuk peribadatan, baik Misa (Minggu) maupun ibadah harian (ofisi). Musik ini mementingkan vocal. Tujuannya untuk mencapai kekhidmatan kebaktian. Karakteristik dari musik Gregorian adalah non-metrikal (tidak berirama) dan memakai tangga nada Gerejawi (seperti Doris, Frigis, Lydis, Mixolydis, dsb – lihat PRAISE 9). Musiknya ada yang rumit (melismatis) serta ada pula yang merupakan kombinasi dari keduanya. Biasanya untuk misa lebih rumit dibandingkan musik untuk ibadah harian. Namun demikian dibandingkan lagu-lagu sekuler lainnya, lagu Gregorian bersifat lembut, menggambarkan dunia lain dan mewakili suara gereja.

MUSIK SEKULER
    Di samping lagu-lagu Gregorian yang mendenominasi, terdapat pula musik di luar gereja yang disebut musik sekuler, yang syairnya ditulis oleh para Bangsawan Perancis. Di Perancis selatan disebut dengan istilah Troubadours, di Perancis utara disebut dengan istilah Trouvers dan minnesinger di Jerman dan Australia.
    Terdapat 1650 lau-lagu Troubadour dan Trouvers yang berhasil diselamatkan, notasinya tak memberi petunjuk adanya ritme, tetapi banyak di antarnya bersifat regular (teratur) dengan tanda-tanda beat (ketukan) secara jelas. Dengan demikian lagu sekuler ini sangat berbeda dengan ritme Gregorian yang bersifat bebas dan non-metrikal.
    Isi dari musik-musik sekuler yang disebut musik popular ini biasanya bertemakan kepahlawanan atau perjuangan sebagaimana pada masa ini terdapat banyak perang-perang terutama perang salib. Tema lain yang disukai adalah tentang cinta atau romantisme, biasaya berupa pujian atau keluhan dari kekasih kepada pasangannya. Tma lain yang cukup berkembang adalah Lamentatio atau sebuah kidung ratapan mengenaii kematian dari Bangsawan atau orang yang disegani atau yang dikasihi. Contoh jenis musik sekuler dalam masa ini: Alba (nyanyian pagi), Pastourelle (nyanyian gembala dan Estampie (musik dansa).

MUSIK POLYFONIK
    Untuk berabad-abad lamanya, tradisi musik barat pada dasarnya adaah monofonik (satu suara), memiliki hanya satu garis melodi saja, tetapi tahun 700 dan 900 para pendeta mulai menambahkan garis melodi kedua untuk nyanyia Gregorian dalam paduan suara di biara-biara mereka sehingga menjadi bentuk musik polyfonik. Hal ini disebut sebagai musik organum. Musik organum adalah terdiri dari melodi plainchat yang ditambahkan rangkaian nada lain yang dibunyikan pada waktu bersamaan. Jenis musik ini berkembang di katedral Notre Dame, Paris, Prancis yang dibangun pada tahun 1163-1235.
    Pada mulanya melodi kedua ini bersifat improvisasi dan tidak tertulis. Hanya duplikasi dari melodi semula dan dinyanyikan dalam pitch yang berbeda. Walaupun demikian, para pendengar musik pada zaman itu mengalami kejutan mendengarkan musik ibadah dimana garis melodi pokoknya. (dari berbagai sumber/Yis/PRAISE #10).
Sumber : www.majalahpraise.com

Bersambung : MUSIK GEREJA PADA MASA RENAISSANCE (1450-1700)

MUSIK GEREJA PADA MASA RENAISSANCE (1450-1700)
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise Admin
http://www.majalahpraise.com/musik-gereja-pada-masa-renaissance-%281450-1700%29-507.html

Musik era ini adalah musik di antara tahun 1400 sampai tahun 1600. Di Era ini manusia menjadi sadar akan martabatnya sebagai pribadi. Hal ini berhubungan dengan aliran humanisme yang mengetegahkan kembali ajaran dan kesenian Yunani. Akibatnya ialah bahwa manusia sedekit demi sedikit melepaskan diri dari ikatan gerejani dan sosial yang menentukan hidup dalam abad-abad pertengahan. Maka manusia menemukan kekayaan dalam dunia dan dalam diri-sendiri. Terjadi suatu kelahiran kembali (renaissance): 1492 Colombus menemukan benua Amerika yang membuka jalan untuk memperluas ekonomi dan sekaligus iman kristiani. Tahun 1511 Pedagang Portugis sampai di Indonesia dan mulai kolonisasi di Asia Tenggara. Tahun 1650 Pedagang Belanda mengusir mereka dan melanjukan kolonialisme terutama di Indonesia. Sebagai akibatnya berkembanglah kota-kota  di Eropa sebagai pusat perdagangan, kerajinan dan pertukangan. Hidup masyarakat mulai berpusat di kota-kota yang terlindung dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup lebih mewah. Negara-negara tertentu menjadi kuat, termasuk Italia yang menjadi negara gereja di bawah pimpinan Sri Paus. Di satu pihak di sinilah kesenian diperkembangkan, di lain pihak sekaligus hidup moral dan rohani mundur. Hal ini antara lain mendatangkan reformasi (1519) yang dilanjutkan dengan kontra reformasi (ordo Jesuit didirikan 1520, Konsili Trente 1545-1563).

MUSIK INSTRUMENTAL
    Renaissance dapat juga diartikan sebagai periode dalam Sejarah Eropa Barat dimana manusia mulai melakukan eksplorasi terhadap dunia, baik melalui perjalanan atau penjelajahan ke Timur maupun ke Selatan belahan bumi, tetapi mereka juga gemar mengembangkan ilmu pengetahuan dan kesenian. Oleh karena pikiran manusia menjadi semakin bebas, maka musik sekuler mulai muncul dan berkembang pula musik-musik instrumental yang semula kurang mendapatkan tempat di lingkungan tradisi gereja. Instrumen musik yang digunakan pada era ini sangatlah bervariasi dan beberapa masih dipakai hingga saat ini. Secara garis besar, instrumen musik pada era renaissance dapat dibagi menjadi brass, strings, perkusi, dan woodwind. Instrumen brass yang terkenal adalah slide trumpet, cornett, trumpet, dan sackbut. Alat musik string yang terkenal adalah viol, lyre, irish harp, dan hurdy gurdy. Alat musik perkusi yang terkenal adalah tamborin dan jew’s harp, yang sangat terkenal untuk melamar kekasih mereka pada era renaissance. Lalu alat musik woodwind atau alat musik tiup dari kayu yang terkenal adalah shawm, read pipe, hornpipe, bagpipe, panpipe, transverse flute, dan recorder. Bahkan recorder masih diajarkan di sekolah dasar hingga saat ini.
     Tetapi musik gereja tetap sangat penting dan gaya polifonik vokal sangat berkembang pada periode ini. Bahkan bisa dikatakan masa puncak perkembangan musik polifonik (gaya kejar-kejaran) adalah masa renaissance. Ciri-ciri musik polifonik adalah semua suara berdikari, sedapat-dapatnya dengan saling menirukan (kanon dan tehnik imitasi). Kesenian ini merupakan hasil kesatuan dari berbagai unsur musik dari seluruh Eropa, karena para pengarang menjelajah daerah-daerah sambil mempelajari gaya musik lokal dan mengarang di situ. Kalau polifonik dalam abad-abad pertengahan tidak berpangkal dari syair, tetapi merupakan suara tambahan, tidak mempedulikan keindahan bunyi, bisa dikatakn apalagi iramanya pelit, kini bunyi yang indah makin menentukan. Bunyi bersama diperhatikan, dalam musik dicari dan diungkapkan arti bahasa, arti bunyi kata. Musik menjadi makin manusiawi!
     Yang menarik disimak adalah Lagu Gregorian dalam masa renaissance mengalami suatu perkembangan. Bahkan timbul tangga nada gregorian yang baru, ionis dan elois yang kemudian menjadi Mayor dan minor. Misa de Angelis dan Salveregina ditulis dengan tangga nada yang sudah mirip dengan Mayor. Selain itu timbul banyak sekuensi baru terutama untuk pesta-pesta orang kudus. Menjadi biasa juga untuk memberi kata baru pada nada-nada yang dilengkung (tropus). Namun di lain pihak lagu Gregorian mundur dan dirasa sebagai lagu wajib yang kalah bagusnya terhadap lagu polifonik.Dalam reformasi di gereja Protestan musik mendapat kedudukan baru: Berpangkal dari imamat umum, maka seluruh umat menjadi pelaksana liturgi. Maka timbulah nyanyian umat dalam bahasa pribumi (Koral). Martin Luther (1483-1546) sendiri mengarang sejumlah koral dan mengambil alih banyak lagu profan dengan memberi lirik rohani (Kontafaktur). Lagu dengan satu suara diperkembangkan menjadi motet (Michael Praetorius 1571-1621). Musik orgelpun mulai berkembang.

JENIS MUSIK
Genre musik pada era ini sangatlah bervariasi. Genre yang sangat terkenal adalah mass, motet (Motet, suatu pengolahan teks secara polifonik, potongan demi potongan, dengan motif yang lain-lain, sesuai dengan arti teks. Tehnik imitasi main peranan besar), madrigal spirituale, dan juga laude. Musik sekuler juga memainkan lagu dari satu ataupun banyak suara seperti frottola, chanson, dan madrigal. Genre musik vocal sekuler adalah madrigal, frottola, caccia, chanson, rondeau, virelai, begerette, ballade, musque mesuree, canzonetta, villancico, villanelle, villotta, dan juga lute song. Selain itu, masih ada juga genre-genre seperti toccata, prelude, ricercar, canzone, intabulation, basse dance, pavane, galliard, allemande, dan courante yang membuat musik era renaissance menjadi lebih semarak dan meriah. Pada akhir era renaissance, juga terdapat banyak lagu opera seperti monody, madrigal comedy, dan juga intermedio.

KOMPOSER ZAMAN RENAISSANCE
Era renaissance juga melahirkan komposer-komposer kenamaan eropa. Pada masa awal renaissance, ada komposer ternama seperti Leonel Power, John Dunstable, Gilles Binchois, dan Guillaume Dufay. Nama-nama seperti Pierre de La Rue, Antoine de Fevin, Antonius Divitis, dan Cipriano de Rore dapat Anda temukan di masa pertengahan renaissance. Lalu masih ada juga nama Johannes de Fossa, William Byrd, Tomas Luis de Victoria, Philippe Rogier, dan Carlo Gesualdo yang Berjaya di akhir era renaissance. Masih banyak lagi komposer-komposer kenamaan yang membuat era renaissance yang meskipun dikenal kurang produktif, namun berhasil membuat era tersebut menjadi awal dari musik modern yang sangat terkenal. Musik-musik era renaissance meskipun sangat kurang dalam hal kuantitasnya, namun sangat bagus dalam hal kualitasnya.
    Masyarakat kota kini berkembang seni lagu rakyat. Memang dalam masa renaissance masyarakat mulai berpartisipasi dalam musik. Maka di samping musik rohani/gereja kini berkembanglah pula nyanyian duniawi /sekuler serta musik tari ; Chanson, Villanelle, Madrigal, nyanyian koor. Bahkan sudah lahir pula satu bentuk musik yang baru berkembang dalam masa Barok : Opera. (Yis/PRAISE # 11).

Sumber : www.majalahpraise.com

Bersambung : MUSIK GEREJA PADA MASA BAROK (1600-1750)

MUSIK GEREJA PADA MASA BAROK (1600-1750)

http://www.majalahpraise.com/musik-gereja-pada-masa-barok-%281600-1750%29-510.html
Musik era Barok dimulai pada tahun 1600 dan berakhir pada tahun 1750. Arti dari Barok (baroque) sendiri adalah mutiara yang tidak berbentuk. Makna ini juga menggambarkan arsitektur musik pada masa ini yang sangat abstrak. Musik klasik sangat mendominasi di zaman ini, sehingga masa Barok juga disebut sebagai era musik klasik Eropa. Awalnya memang berpangkal dari Italia, kemudian gaya Barok meluas ke seluruh Eropa dengan menentukan segala bidang seni: Seni sastra dan drama (Moliere, Cerventes, Angelus Silesius, Grimmelshausen, A Elsheimer), arsitektur (Bernini, Fischer von Erlach, Baltasar Neumann) dan musik. Gaya Barok bercirikan perpaduan antara  kemewahan dunia dan suasana Surga. Hal tersebut terlihat pada gedung-gedung gereja serta istana yang dibangun mencerminkan “hadirnya Surga di dunia ini” dapat dilihat dalam banyak lukisan, hiasan, kemewahan.
     Para komposer terbaik dari dunia musik klasik Eropa sangat berjaya di era ini. Sebut saja Claudio Monteverdi, Antonio Vivaldi, George Frideric Handel, Arcangelo Corelli, dan sang maestro musik klasik, Johann Sebastian Bach. Para komposer tersebut bekerjasama dengan pemain musik untuk memajukan musik. Mereka membuat perubahan di notasi musik dan juga menciptakan cara baru dalam memainkan instrumen musik. Era musik Barok juga merupakan tonggak dari terciptanya dan diakuinya musik dalam opera. Banyak sekali teknik musik dan konsep musik dari era Barok masih dipakai hingga saat ini. Kebanyakan dari alat musik klasik seperti biola dimainkan dengan sangat baik di era ini.
     Sebenarnya perkembangan musik Barok sudah dirintis oleh pengarang musik vokal di akhir abad ke-16. Di maza Barok ini, Polifoni makin diganti dengan gaya homofoni, maka harmoni Mayor dan Minor makin dipentingkan dalam susunan chord yang makin gaya. Birama dan hitungan menjadi penting sebagai dasar untuk bermusik bersama. Berkembanglah suatu gaya musik baru : Monodi dan Generalbas (akor-akor pengiring untuk satu suara). Musik ini cocok sekali untuk diisi dengan suara-suara instrumental untuk memeriahkan suasana. Dan inilah tujuan masa Barok! Tak dipungkiri. musik instrumental kini sangat maju, mula-mula sebagai musik pengiring kemudian sebagai musik yang punya tujuan dalam diri sendiri. Maka tumbuhlah bentuk musik baru: Toccata, fantasia, improvisasi tentang sebuah nyanyian, variasi, suita, sonata, konser, passacaglia untuk orgel dan Cembalo.
Di kalangan Protestan, berkembang keinginan untuk merayakan pesta (celebratioan) yang mewah dan mengesan melalui penampilan musik di dalam gereja. Sejajar dengan opera, di luar gereja timbulah oratorium denn aria, koor dan musik instrumental dari orkes namun tanpa disandiwarakan, pengarang oratorium pokok adalah George Frideric Handel. Kantata adalah oratorium mini yang terutama diciptakan untuk ibadat hari Minggu di gereja Protestan. Johann Sebastian Bach mengarang lebih dari 200 kantata. Musik orgel kini mengalami masa jayanya, terutama oleh J.S Bach.
Di kalangan gereja Katolik, berkembang ibadahnya  “Devotio Moderna” ialah keinginan untuk mengungkapkan isi hati secara wajar. Hal ini menjadi dasar untuk karangan misa dan orkes, yang diselenggarakan di gereja Katedral dan istana. Proprium Gregorian pun diganti dengan lagu baru. Maka lagu Gregorian makin kurang dikenal; dirasa terlalu sederhana. Maklumlah manusia Barok mengalami hadirnya Tuhan dalam ibadat sebagai Raja. Sehingga mulai berani bersuara lantang. Kemasan yang baru seperti ini bertujuan untuk memuliakan Tuhan dengan menyajikan hal yang menarik sehingga menyenangkan manusia. Maka dalam gereja sering terdapat dua koor, permainan instrumen, orgel pun menjadi makin populer. Sehingga tempat orgel dipindahkan di balkon di belakang, berhadapan dengan altar. Akibatnya bahwa seluruh ruang gereja dipenuhi dengan bunyi, umatpun (yang dulu terpisah dari altar) kini diintregrasikan di dalam liturgi. Sikap berdoa ini memang bertentangan dengan keputusan Konsili Trente yang berulang kali ditegaskan kembali oleh Sri Paus.

 GAYA MUSIK MASA BAROK
    Gaya musik barok sangatlah terkenal hingga sekarang. Sebut saja Darmstadt overtures dari Jerman, overtura dari Prancis , allemande dengan tempo sedang, courante dari Prancis, sarabande yang mempunyai beat antara 40 dan 66 per menit, dan gigue dari Inggris yang bisa dimulai dari segala beat. Lalu masih ada gavotte yang dimainkan dengan 4/4 dan selalu dimulai pada beat ke 3 dalam tangga musik. Gavotte biasanya dimainkan dengan tempo sedang, namun terkadang ada beberapa komposer dan pemain yang lebih suka memainkannya dengan cepat. Selain itu, masih ada bourre yang mirip dengan gavotte. Namun, bourre dimainkan dengan 2/2 dan dimulai pada half yang kedua pada beat akhir di tangga nada. Hal ini dapat menciptakan perbedaan yang unik dalam musiknya. Biasanya bourre dimainkan di tempo sedang. Namun komposer kenamaan seperti George Frideric Handel memainkan bourre dengan tempo yang jauh lebih cepat. Lalu, ada minuet yang merupakan barok dances yang paling terkenal di triple meter. Minuet dimainkan di tempo sedang dan dapat dimulai di beat manapun dalam tangga nada. Kemudian, masih ada passepied yang sangat cepat dan sering dimainkan oleh George Frideric Handel dan Johann Sebastian Bach. Terakhir, ada rigaudon yang dimainkan di duple meter. Rigaudon diciptakan di Prancis tepatnya di Provence.
     Lagu-lagu instrumental dari era Barok juga sangat banyak. Kita bisa menemukan concerto grosso, fugue, suite, sonata, partita, canzone dan sinfonia. Masih ada juga jenis instrumental seperti fantasia, ricercar, toccata, prelude, chaconne, passacaglia, chorale prelude, dan stylus fantasticus. Jenis musik instrumental dari era barok terus dimainkan hingga sekarang. (Dari berbagai sumber/Yis/PRAISE #12)

Bersambung : ERA MUSIK KLASIK (1750-1820)


Era musik KLASIK (1750-1820)
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise Admin
http://www.majalahpraise.com/era-musik-klasik-%281750-1820%29-513.html

KARAKTERISTIK MUSIK KLASIK
     Musik era klasik dimulai dari tahun 1750 hingga tahun 1820. Era musik klasik terletak di antara era Barok (PRAISE 11) dan era Romantik (PRAISE 13). Barok berhasil menggerakkan perasaan manusia. Dengan mengalami pesta yang mewah di dalam dan luar gereja, manusia terpesona oleh kebesaran Tuhan. Secara tidak langsung, keadaan tersebut justru membuka suatu jurang antara ibadat dan realita hidup. Liturgi menjadi tontonan saja yang memang menyenangkan, namun juga tidak membantu untuk mengatasi kesulitan hidup bersama. Inilah sebabnya pada pertengahan abad ke-18 timbul gerakan “fajar budi” (Aufklarung) sebagai reaksi terhadap Barok. Kini tekanan berat diletakkan pada “otak”. Maka Lessing (1778), Winclelmann(1764), Kant (1781), Fichte Schelling, Hegel menuntut agar supaya seni dan tradisi kembali kepada hakekatnya: Perwujudannya harus sederhana namun berbobot, jelas dan sedemikian hingga masuk akal (logis). Maka kini berkembanglah suatu musik yang kemudian disebut “klasik”, artinya dianggap sebagai musik tertinggi dalam perkembangan musik Barat. Hal ini disebabkan, karena musik ini mengungkapkan isinya secara indah namun wajar, seimbang, tanpa kelebihan apapun. Rasa kaku dari musik Barok (dinamika, keras, tempo yang tetap, satu tema untuk satu lagu) kini diatasi dengan dinamika dan tempo yang fleksibel dengan dua tema yang kontras.
Suara pokok yang terutama memakai tangga nada Mayor (Minor dipandang sebagai mayor yang “menangis”) kini diiringi secara seni dan hidup Akord-nya mudah dimengerti, namun disamping akord selaras terdapat pula eksperimen dengan akor janggal.
Selain itu ciri khas musik klasik terletak dalam unsur “progresif” : Musiknya tidak lagi bersifat “abadi” dengan mengulang-ngulang satu tema (seperti juga musik gamelan !). Dalam musik Klasik satu motif (kelompok nada) diulang sambil dirubah, diperkembangkan, dikontraskan dengan motif lain, hingga terjadilah sesuatu dalam musik, ia merasa terlibat. Hidupnya diungkapkan dengan akor disonan yang memancing akor konsonan, dalam pembawaan yang keras dan lembut, dalam variasi bunyi yang bermacam-macam. Karakteristik musik dari era klasik adalah homophonic yang melodinya di atas iringan akord. Musik di era ini juga terkenal sangat indah dan elegan dengan ekspresi dan struktur musik yang dikerjakan dengan sangat sempurna.
     Bila dibandingkan dengan musik era Barok, musik era klasik lebih ringan, lebih mudah dan tidak membingungkan, serta mempunyai tekstur yang jauh lebih jelas. Melodi yang dimainkan di era ini biasanya lebih pendek dari era Barok. Ukuran dari orchestra sangat berkembang baik dalam kuantitas maupun kualitas. Lalu instrument harpsichord yang sudah tidak digunakan lagi dan digantikan oleh Piano. Pada era klasik ini, piano dimainkan dengan ditemani oleh Alberti bass dan semakin kaya dengan suara dan semakin kuat. Bentuk sonata juga sangat berkembang dan menjadi elemen utama dalam era musik klasik.

KOMPOSER MUSIK KLASIK
Musik Klasik sangat identik terutama dengan musik instrumental. Maka berkembanglah alat musik baru: terutama piano. Instrumen kini digandakan menjadi kelompok viol satu, viol dua, alat tiup kayu, alat tiup logam dan sebagainya. Dengan demikian orkes sinfoni mampu untuk mengungkapkan perbedaan dalam warna bunyi yang bermacam-macam.
Hanya tiga komponis yang lazim disebut sebagai komponis klasik : Joseph Haydn (1732-1809), Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791), Ludwig van Beethoven (1770-1827). Ketiga-tiganya mengarang di Vienna. Karena banyak sekali komposer yang berkarya di Vienna dan membentuk Viennese School, maka musik Klasik sering disebut sebagai era musik klasik Viennese atau wiener klassik dalam bahasa Jerman. Bahkan Hadyn dan juga Mozart (walau hanya selama dua tahun ) mengarang cukup banyak misa. Tentu juga dalam gaya musik sinfoni. Terpengaruh oleh “fajar budi”, maka tujuan ibadat tidak dilihat sebagai “syukur kepada Allah yang transeden”, tetapi
sebagai sarana untuk membangkitkan rasa khidmat dan saleh dengan menunjuk jalan untuk hidup sebagai manusia yang baik.
   Hal ini mendapat dukungan oleh Paus Benediktus XIV dalam ensiklika “Annus Qui” tahun 1749 dimana gaya teatral musik Barok ditentang di dalam gereja, namun misa dengan orkes simfoni dibenarkan, asal tidak bertujuan untuk menyenangkan telinga saja, tetapi untuk menciptakan sikap batin yang saleh. Memang diharapkan suatu musik “gaya gerejani” sesuai dengan nilai ibadat di hadapan Alah yang maha tinggi. Dan justru dengan musik klasik, Paus Benediktus mengharapkan akan tercapai tujuan ini. Namun “fajar budi” menghapus batas antara musik sakral dan profan dan musik gereja mengikuti kecenderungan yang baru ini. Maka liturgi makin menjadi kesempatan untuk dipentaskan musik yang bagus.
Selain ketiga komposer di atas, sebenarnya banyak sekali komposer-komposer terhebat yang pernah ada di dunia musik, hidup di era klasik. Selain yang sudah disebutkan di atas, masih ada juga Luigi Boccherini, Muzio Clementi, Carl Phillipp Emanuel Bach, Johann Ladislaus Dussek, dan Cristoph Willibald Gluck. Pada masa transisi antara musik Klasik dan Romantik juga melahirkan banyak sekali komposer kelas dunia. Nama-nama seperti Franz Schubert, Johann Nepomuk Hummel, Carl Maria von Webber, dan Luigi Cherubini. Bahkan Ludwig van Beethoven juga berkarir di era ini.
Hal terbaik dari musik klasik adalah mereka menjadi elemen dasar dari semua musik di era selanjutnya. Bahkan ada ungkapan bahwa musik klasik tidak akan pernah mati. Contohnya Franz Schubert, Carl Maria von Weber, dan John Field yang hidup di era transisi dan menjadi generasi klasik Romantik. Banyak sekali komposer di era setelah era klasik yang masih belajar dari karya-karya Mozart dan Beethoven. Bahkan keagungan karya dari Beethoven dalam Moonlight Sonata telah menjadi contoh dan inspirasi dari ratusan karya lain setelahnya. Bahkan karya dari Mozart masih dimainkan dan dipelajari dalam harmoni dan orchestra musik setelah 80 tahun kematian dia. Jatuhnya era musik Klasik ditandai dengan jatuhnya generasi Vienna yang mulai ditinggalkan oleh komposer ternama di masa itu. Setelah itu, mulailah era musik Romantik. Pada edisi PRAISE yad akan diketengahkan musik masa Romantik ini.
     Situasi dan keadaan liturgi gereja pada waktu itu makin miskin dan hampa, karena sesudah meninggalkan tradisi musik gereja (Gregorian dan polifoni klasik) dan dengan menirukan gaya ibadat di gereja katedral. Tambahan pula, dalam rangka sekularisasi biara-biara dibubarkan oleh pemerintah, maka lenyaplah pula kemungkinan untuk menimba kekuatan baru, karena iman umat pun dangkal. Namun justru kemiskinan inilah memancing kedatangan musik gereja yang baru (dalam masa Romantik). (Berbagai Sumber/Yis/PRAISE #13). Sumber : www.majalahpraise.com

Bersambung : MUSIK ERA ROMANTIK


KARAKTERISTIK MUSIK ROMANTIK
     Musik era Romantik dimulai pada tahun 1815 dan berakhir pada tahun 1910. Walaupun dinamakan era musik Romantik, bukan berarti musik di masa ini hanya berisi tentang cinta ataupun cinta yang romantik. Sebenarnya era musik tersebut dinamakan Romantik karena dapat menggambarkan adanya ekspresi pada komposisi musik pada jangka waktu tersebut. Lalu kenapa disebut Romantik? Sekali lagi Romantik di sini tidak ada hubungannya dengan cinta. Namun karya-karya dan komposisi musik yang lebih bergairah dan jauh lebih ekspresif daripada era-era sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa berkembangnya musik Romantis sebagai ungkapan perasaan perorangan. Manusia melarikan diri dari realita ke dalam dunia bunyi. Kekayaan bunyi baru diperoleh dengan perwujudan melodi, harmoni dan bentuk musik secara baru. Pada contohnya, transisi indah dari gerakan ke 3 hingga gerakan ke 4 dari symphony Beethoven. Pada dasarnya, semua komposer pada era Romantik mempunyai cara baru yang jauh lebih menarik dari sebelumnya.
     Orkesnya menjadi makin besar. Pemain musik semakin lihai. Perlu dicatat pula, bahwa masyarakat dari golongan tengah dan rendah makin memainkan peranan di kota. Maka lahirlah jenis musik baru: Musik hiburan. Di Amerika musik Jazz, di Eropa musik Salon, musik koor pria, fanfare (Sebuah Fanfare adalah lagu pendek yang dimainkan oleh terompet dan alat musik tiup lain, sering disertai dengan perkusi, biasanya untuk keperluan upacara, biasanya untuk bangsawan atau orang-orang penting), musik rumah (terutama untuk piano), waltz, operet. Opera yang pernah popular di masanya, namun kini untuk masyarakat telah menjadi hal yang biasa. Musik Klasik dipentaskan kembali, namun untuk golongan atas.
     Karakteristik utama dari musik Romantik sendiri adalah kebebasan lebih dalam bentuk musik dan ekspresi emosi serta imaginasi dari komposer. Lalu ukuran dari orchestra yang menjadi semakin besar dan bahkan bisa disebut raksasa dibandingkan sebelumnya. Hasil karya dari para komposer juga menjadi semakin kaya akan variasi dari mulai lagu hingga karya pendek dengan piano dan diakhiri dengan ending yang sangat spektakuler dan dramatis pada puncaknya. Secara teknik, para pemain musik pada era ini juga mempunyai level sangat tinggi terutama dalam alat musik piano dan biola. Banyak sekali musisi yang dianggap sebagai seorang virtuoso di bidang musik. (Virtuoso dari bahasa Italia: virtuoso, bahasa Latin Virtus, yang berarti: skill, keahlian, excellence. Jadi Virtuoso adalah seorang yang memiliki kemampuan teknis yang luar biasa dalam bidang menyanyi atau memainkan alat musik).
     Era musik klasik sendiri ditandai dengan terciptanya symphony berjudul Eroica yang diciptakan oleh Ludwig Van Beethoven. Era ini merupakan transisi dari era musik klasik dan modern. Hal inilah yang menyebabkan jenis musik menjadi lebih sederhana dan lebih mudah. Contohnya, daripada memakai pivot chord, era musik klasik lebih banyak memakai pivot note. Komposer seperti Beethoven dan Richard Wagner lebih suka memakai harmonic dan mengembangkan chord yang sebelumnya tidak dipakai atau juga chord yang diinovasi lebih. Contoh terbaik dari fungsi harmonic adalah Tristan und Isolde dimana Richard Wagner memakai chord temuannya, Tristan chord.
     Era ini juga merupakan era opera. Nama Richard Wagner diakui dunia karena ciptaannya di bidang opera yang sering dimainkan. Lalu opera Carmen hasil karya bizet dari prancis dan juga opera verismo dari italia yang menggambarkan realitas, sejarah, dan dongeng melalui indahnya lantunan musik.

MUSIK GEREJA ERA ROMANTIK
Musik gereja abad ke-19 pun menampakkan diri dalam beberapa lapisan : Di satu pihak terdapat musik tinggi dengan orkes besar sebagai lanjutan tradisi klasik, namun kini dalam gaya Romantik (Fr. Schubert, J. Rheinberger, F. Liszt, A. Bruckner A. Dvorak, Ch. F. Gounod, G Verdi, C. Franck, J. Brahms). Perlu disebut pula bahwa lebih-lebih di Eropah Tengah dalam abad ke-19 lahir banyak lagu Natal yang bagus-bagus yang terkenal sampai sekarang bahkan sampai ke Indonesia.
Di lain pihak terjadi suatu reaksi terhadap musik orkes dalam ibadat: suatu gerakan pertama-tama menghidupkan kembali nyanyian gereja dari masa Renaissance dan Barok dengan diberi syair baru. Bahkan nyanyian Gregorian dilatih kepada umat. Usaha ini diperkuat dengan adanya buku nyanyian gereja seragam untuk setiap keuskupan sendiri. Untuk menghormati bunda Maria, Hati Yesus, Sakramen Mahakudus terciptalah lagu baru dalam gaya romantis yang cukup sentimental. Gerakan ini berpangkal dari Dom Gueranger (Perancis) serta Fx Haberl (Jerman). Namun karena bersaing dan bertentangan dalam studi terhadap naskah-naskah asli, maka gerakan ini dalam abad ke-19 belum mencapai sasarannya.
     Suatu inisiatif lain untuk memperbaharui musik gereja (di suatu aliran gereja) adalah Cecilianisme. Fx. Witt (1834-1888) melihat keselamatan musik gereja dalam usaha kembali pada musik polifon seperti diciptakan oleh Palestrina (1525-1594). Dengan mengarang sendiri gaya Palestrina dan dengan mengajak pengarang lain, maka terkumpullah banyak lagu koor baru yang diterbitkan. Dan supaya dipakai, maka Witt mendirikan suatu “organisasi S. Cecilia” : Persatuan koor, dirigen dan organis yang cukup meluas di Jerman dan Austria. Mereka adakan pertemuan rutin, konggres; semangatmya dibina oleh  Fx Witt sebagai ketua dalam kunjungannya serta kursus-kursus untuk meningkatkan mutu koor dan nyanyian gereja. Nyanyian gereja diseragamkan, nyanyian umat dilatih. Namun musik Neo-Palestrina sama sekali lain dari pada gaya musik abad ke-19; untuk pertama terbukalah suatu jurang antara perkembangan musik gereja yang berlangsung terus dalam musik gereja Barat hingga saat ini. (Dari Berbagai Sumber/Yis/PRAISE #14). Sumber : www.majalahpraise.com

Bersambung : MUSIK ABAD MODERN (1900-2000)

MUSIK ABAD MODERN (1900-2000)
Published On Desember, 12 2012 | By Majalahpraise Admin
http://www.majalahpraise.com/musik-abad-modern-%281900-2000%29-517.html

Dari awal abad pertengahan hingga akhir abad ke-19 musik klasik didominasi oleh sistem Tonal. Hingga saat itu perkembangan musik adalah suatu gerakan yang merupakan reaksi dari jaman sebelumnya. Kebangkitan Renaisans adalah reaksi dari Abad Pertengahan; Barok adalah reaksi dari Renaisans, Klasik dari Barok, Romantik dari Klasik. Berbeda dengan yang lainnya, Modernisme abad ke-20 adalah reaksi terhadap keseluruhan periode sebelumnya. Hal tersebut karena musik Modern menolak tonalitas (Tonalitas merupakan sebuah sistem relasi antar nada maupun akor seperti telah banyak dikenal dalam musik-musik klasik Eropa dan akhirnya juga menjadi standar musik populer di bumi ini) yang mendominasi musik klasik selama ini. Kontemporer adalah bersifat kekinian; yaitu belum memiliki batas akhir dan masih terus berkembang. Musik klasik dalam pengertian jaman atau era, telah berakhir sejak akhir abad ke-18, sedangkan pengaruhnya masih kuat pada abad ke-19. Namun musik klasik dalam pengertian umum masih terus dikembangkan dengan berbagai kemungkinan baru
Musik era abad ke 20 dimulai pada tahun 1900 hingga tahun 2000. Sedangkan musik kontemporer (Pernah dikupas di PRAISE #7) dimulai pada tahun 1975 hingga sekarang. Dari tahun 1975 hingga 2000 adalah masa dimana musik era abad 20 dan kontemporer berjalan berdampingan.

CIRI DAN TOKOH MUSIK ABAD 20
Musik abad 20 diawali oleh Claude Debussy yang mengusung gaya impresionis. Para komposer benua Amerika memulai karirnya di bidang musik dan berjaya seperti Charles Ives, John Alden Carpenter, dan George Gershwin. Masih ada juga Arnold Schoenberg yang lulusan akademi Vienna yang mengembangkan teknik 12 nada. Alat musik yang digunakan pada era ini terus digunakan hingga sekarang.
     Bentuk dan tipe musik pada abad 20 ini lebih bervariasi. Para komponisnya sangat bebas berekspresi dan berimajinasi, tidak terpaku pada suatu aturan tertentu. Jenis musiknya banyak sekali, dapat berupa neoklasik, ekspresionisme, serialisme, musik elektronik dan musik minimalis. Contohnya adalah aliran ekspresionisme dari Schoenberg, neoclassical dari Igor Stravinsky, aliran futurism dari Luigi Russolo, Alexander Mossolov, Prokoliev, Antheil. Selain musik-musik tersebut, masih ada aliran microtonal dari Julian Carillo, Alois Haba, Harry Partch, dan Ben Johnston. Lalu masih ada aliran sosialis dari Prokofiev, Gliere, Kabalevsky, dan komposer dari Russia lainnya. Selanjutnya, Steve Reich dan Philip Glass mengusung musik dengan harmony yang simple dan ritme minimalis. Musik bersifat konkrit dari Pierre Schaeffer dan musik intitusif seperti Karlheinz Stochausen. Terakhir, ada musik serialisme dari Pierre Boulez, musik politik dari Pierre Boulez, dan musik aleatoric dari John Cage.

NYANYIAN GEREJA ABAD KE-20
Warna dan pola nyanyian jemaat abad ke-20 mulai menunjukkan kesan berbeda. Jika diperbandingkan dengan nyanyian jemaat abad-abad sebelumnya, maka syair-syair baru ini membuka tempat bagi ekspresi yang bersifat “horisontal membumi”. Yang dimaksud adalah diangkatnya pergumulan-pergumulan konkret manusia dan tata masyarakatnya dalam bahasa dan syair nyanyian yang terus terang namun tetap estetis. Ini merupakan hal baru dalam musik liturgi. Sebelumnya, bahasa nyanyian jemaat sebatas pada ungkapan keagungan makhluk-makhluk sorgawi dan kesalehan orang per orang.
     Suatu topik “baru”, muncul dalam sejarah musik gereja. Hal ini melengkapi yang telah ada sebelumnya menjadi tiga tahap. Kita bersyukur bahwa regenerasi dalam nyanyian jemaat masih berlangsung. Ketiga tahap dalam nyanyian jemaat adalah sebagai berikut :
• Pada tahap pertama, keagungan Tuhan, kemuliaan Trinitas menjadi tema nyanyian yang menonjol. Syair nyanyian membicarakan makhluk-makhluk sorgawi dan melulu dalam bahasa agung, seperti : Te Deum Laudamus, Gloria Patri, Te Decet Laus, Magnificat, Agnus Dei, dsb. Nyanyian ini sangat dominan dalam musik Latin hingga Abad-abad Pertengahan dan bahkan memasuki zaman Reformasi.• Tahap kedua, perilaku dan kesalehan manusia mulai terungkap secara lebih terbuka. Ungkapan aku dan Engkau – yakni terjadinya hubungan intim antara manusia dan Allah – mengisi syair-syair dari tahap ini. Munculnya puritanisme, pietisme, ekspansi negara-negara tertentu, spiritualisme kulit hitam, dan sebagainya merupakan latar belakang tema-tema ini. • Tahap ketiga, soal-soal konkret yang dialami manusia dan dunia mulai diungkapkan dalam bahasa manusia. Masalah keadilan, perdamaian, tata masyarakat, kemiskinan, kaum buruh, lingkungan hidup, dibicarakan dalam nyanyian jemaat secara terbuka. Hal ini seperti yang ditulis oleh pemazmur secara nyata, jujur dan terus terang.
     Tahap kemudian tidak menggantikan tahap sebelumnya. Nyanyian jemaat dari abad-abad lalu tidak terbuang sama sekali dalam liturgi seiring munculnya tema-tema baru. Tahap kemudian justru memberikan alternatif dan keragaman. Kini, musik gereja memperoleh keanekaan dengan masuknya tema-tema baru tersebut.
     Suatu studi tentang masa yang silam mengungkapkan, bahwa gereja Kristen telah mewarisi kekayaan musik sepanjang abad Baru sumber-sumber seperti: terjemahan dari lagu-lagu pujian Yunani dan Latin, lagu pujian dan nyanyian untuk paduan suara dari periode Reformasi; nyanyian mazmur metrikal yang dimasukkan Calvin, Marot, dan penyanyi mazmur pada zaman itu; lagu lagu pujian Watts, Wesley yang mengandung unsur “ketenangan manusiawi” dan komposer abad ke-17 dan 18 lain yang memiliki ajaran doktrin yang kuat, musik-musik Injil dari abad ke-19 dan ke-20, terutama sangat berguna untuk usaha penginjilan dan akhir abad ke-19 dan ke-20 dengan penekanan kuat pada tingkah laku kristiani dan tanggung jawab sosial terhadap Injil. Sebuah lagu pujian gerejawi yang baik seharusnya mewakili seluruh unsur-unsur komposisi yang baik. masa sekarang dan ke masa depan menunjukkan banyak trend yang akan menguasai musik gereja injili. Semakin banyak sekolah Alkitab, akademi, dan seminari yang memberi penekanan dan pengajaran tentang musik gereja lebih daripada sebelumnya.
     Akhir-akhir ini semakin banyak pimpinan gereja yang tertarik untuk mengembangkan musik gerejawi. Ada beberapa seminar bahakn sekolah tentang musik. Semakin banyak gereja yang menyadari akan pentingnya paduan suara dan untuk itu persiapan memang harus dilakukan sejak usia dini, yaitu sejak di Sekolah Minggu, dan sesuai dengan kelompok usia. Selamanya, karena musik dan pendidikan memiliki hubungam erat, maka suatu program musik yang terpadu di gereja merupakan alat yang penting untuk mengembangkan suatu program pendidikan Kristen yang kuat. Tetapi, perlu kita akui bahwa masih banyak yang harus dibenahi.
 
KESIMPULAN
Kenneth W. Osbeck dalam bukunya The Ministry of Music menyatakan bahwa untuk mencapai program musik yang efektif dan utuh dalam gereja membutuhkan usaha dan kesabaran. Biasanya ada banyak kendala menghadang, seperti: kelalaian puas dengan diri sendiri, langkanya latar belakang pendidikan musik, tradisi, pra sangka. Mungkin juga seorang pimpinan musik di gereja tidak sampai melihat hasil nyata dari kepemimpinannya khususnya pelayanan musiknya di gereja.
Dan satu hal yang perlu diingat bahwa musik yang baik dan program musik yang hebat bukanlah tujuan utama dalam kehidupan berjemaat. Oleh karena itu program musik gereja harus dititikberatkan untuk menarik individu-individu kepada karya keselamatan yang sudah diberikan Kristus dan kemudian memimpin mereka kepada kehidupan Kristen yang lebih penuh dan dipenuhi Roh Kudus (dari berbagai Sumber/Yis/PRAISE #15). Sumber : www.majalahpraise.com

0 komentar: